Prof. Dr. KH.Munawir Kamaluddin, M.Ag, MH

"”IBADAH PUASA : Menempa Kesabaran, Menggapai Keutamaan“ Oleh : Munawir Kamaluddin Dalam samudra kehidupan, manusia senantiasa berlayar di antara gelombang kenikmatan dan ujian, harapan dan kekecewaan, keraguan dan keyakinan. Dalam pusaran inilah, Allah memberikan puasa sebagai tali penuntun, agar manusia tidak hanyut dalam keserakahan dunia, tetapi juga tidak tenggelam dalam keputusasaan. Puasa

bukan sekadar ibadah, tetapi cermin yang memantulkan hakikat diri, sejauh mana seorang hamba mengenal Rabb-nya, sejauh mana ia mampu mengendalikan syahwatnya, dan sejauh mana ia menyadari bahwa hidup ini hanyalah persinggahan menuju keabadian. Puasa: Hakikat Kesabaran yang Mengangkat Derajat Puasa adalah salah satu bentuk kesabaran tertinggi, karena ia mencakup kesabaran dalam ketaatan, kesabaran

dalam menahan maksiat, dan kesabaran dalam menghadapi ujian fisik maupun spiritual. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ، وَالصَّبْرُ نِصْفُ الْإِيمَانِ "Puasa adalah separuh kesabaran, dan kesabaran adalah separuh iman." Maka, tidaklah mengherankan jika Allah memberikan balasan tanpa batas bagi orang

yang bersabar, sebagaimana firman-Nya: إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10) Karena puasa adalah puncak kesabaran, maka Allah menjadikannya amalan yang hanya Dia sendiri yang mengetahui kadar pahalanya.

Rasulullah SAW. bersabda dalam hadis qudsi: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ "Setiap amal anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan memberikan pahalanya." (HR. Bukhari, no. 1904; Muslim, no. 1151)

Perhatikanlah keistimewaan ini, bahwa Allah tidak menyebutkan pahala puasa dengan angka atau ukuran tertentu, sebagaimana shalat yang dilipatgandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Ini menunjukkan bahwa pahala puasa berada dalam level yang sangat tinggi, yang hanya diketahui oleh Allah dan akan diberikan sesuai dengan kedalaman keikhlasan seorang hamba. Puasa dan Kesucian Jiwa: Menyucikan

Hati dari Dosa yang Tersembunyi Manusia sering kali terjebak dalam dosa-dosa halus yang tidak terasa, seperti kesombongan tersembunyi, keinginan untuk dipuji, atau syahwat yang membelenggu jiwa. Puasa datang sebagai penyucian total, karena ia bukan hanya menahan makanan dan minuman, tetapi menahan seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah

berkata: إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ شَهْرَ رَمَضَانَ مِضْمَارًا لِخَلْقِهِ، يَتَسَابَقُونَ فِيهِ بِطَاعَتِهِ إِلَى رِضْوَانِهِ "Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadan sebagai arena pacuan bagi hamba-hamba-Nya, agar mereka berlomba dalam ketaatan untuk meraih ridha-Nya." Di sinilah hikmah agung

dari puasa, ia membentuk manusia baru yang lebih bersih dari dosa, lebih kuat dalam menahan godaan dunia, dan lebih dekat dengan Allah. Rasulullah SAW. bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ "Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap

pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari, no. 38; Muslim, no. 760) Perhatikanlah betapa besarnya rahmat Allah. Jika kita memahami hadis ini, kita akan menyadari bahwa setiap kali kita menahan lapar karena Allah, setiap kali kita menolak ajakan maksiat karena puasa, maka saat itu juga dosa-dosa kita mulai terhapus sedikit demi sedikit. Puasa: Latihan Meninggalkan

Dunia yang Fana Manusia sering kali tertipu oleh kenikmatan dunia yang sementara, padahal semua yang ia kejar akan hancur dan lenyap. Allah SWT. mengingatkan: كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ ۞ وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ "Segala yang ada di bumi ini akan binasa, dan hanya Wajah Tuhanmu yang tetap

kekal, Yang Maha Mulia dan Maha Luhur." (QS. Ar-Rahman: 26-27) Puasa mengajarkan kita untuk merasakan kefanaan dunia, agar kita tidak terlalu bergantung pada sesuatu yang akan hilang. Puasa adalah latihan kematian, karena di dalamnya manusia meninggalkan kenikmatan duniawi dan hanya bergantung pada rahmat Ilahi. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata: الصيام يقطع أسباب

الشر، ويقلل موارد الشهوة، ويطهر القلب، ويهيئه لمناجاة الله "Puasa memutus sebab-sebab keburukan, mengurangi dorongan syahwat, menyucikan hati, dan mempersiapkannya untuk bermunajat kepada Allah." Orang yang terbiasa berpuasa akan lebih mudah melepaskan diri dari ketergantungan dunia. Ia tidak akan diperbudak oleh makanan, minuman, atau

harta. Sebaliknya, ia akan merasakan kebebasan sejati, yaitu kebebasan dari nafsu yang memperbudak dirinya. Puasa sebagai Tangga Menuju Surga Pada akhirnya, puasa adalah jalan menuju Allah, tangga yang membawa seorang hamba menyentuh cahaya Ilahi, dan mencicipi kebahagiaan yang hakiki. Rasulullah SAW. bersabda: فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ،

يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ "Sesungguhnya di surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Rayyan, yang hanya akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat. Tidak seorang pun yang masuk selain mereka." (HR. Bukhari, no. 1896; Muslim, no.

1152) Betapa agungnya keutamaan ini! Orang-orang yang berpuasa akan memasuki surga dari pintu khusus yang hanya diperuntukkan bagi mereka. Maka, marilah kita jalani puasa dengan kesungguhan, bukan sekadar ritual tanpa makna, tetapi sebagai perjalanan menuju Allah, agar kita termasuk dalam golongan yang dipanggil melalui pintu Ar-Rayyan di akhirat kelak. Puasa: Menyingkap Hakikat Kehambaan dan

Kemenangan Spiritual Sebagaimana siang beriringan dengan malam, demikian pula kehidupan manusia berjalan di antara nafsu dan kesadaran, syahwat dan pengendalian, keterikatan dunia dan kerinduan akan akhirat. Puasa hadir bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi lebih dari itu, ia adalah latihan spiritual yang membimbing manusia menuju hakikat kehambaan sejati. Seorang hamba yang benar-benar

memahami puasa akan menemukan dirinya, bukan dalam kerakusan duniawi, tetapi dalam ketundukan total kepada Rabb-nya. Ia menyadari bahwa ia bukan sekadar jasad yang membutuhkan makanan, tetapi ruh yang merindukan perjumpaan dengan Allah. Puasa dan Hakikat Kehambaan: Menyadarkan Manusia Akan Kelemahan Dirinya Ketika seorang mukmin berpuasa, ia akan merasakan kerapuhan dirinya, bagaimana tubuhnya

melemah tanpa makanan dan minuman, bagaimana pikirannya sedikit terhambat ketika energi berkurang, dan bagaimana hawa nafsunya mulai tunduk ketika ia menahan diri. Inilah makna mendalam dari kehambaan, kesadaran bahwa manusia tidak memiliki daya dan kekuatan, kecuali dengan izin Allah. Allah berfirman: يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلْفُقَرَآءُ إِلَى

ٱللَّهِ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلْغَنِيُّ ٱلْحَمِيدُ "Wahai manusia! Kalian semua adalah orang-orang yang fakir (membutuhkan) Allah, sedangkan Allah Dialah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji." (QS. Fathir: 15) Ibnu Atha'illah As-Sakandari rahimahullah berkata: "متى أطْلَعَكَ على فَقْرِكَ، فذلك غِنَاكَ، ومتى

أطْلَعَكَ على ذُلِّكَ، فذلك عِزُّكَ." "Ketika Allah menyadarkanmu akan kefakiranmu kepada-Nya, maka itulah kekayaanmu. Dan ketika Allah menyadarkanmu akan kehinaanmu di hadapan-Nya, maka itulah kemuliaanmu." Maka, puasa adalah jalan untuk mengenali kelemahan diri, agar manusia tidak sombong dan angkuh. Ia mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang kita

miliki hanyalah titipan Allah, dan tanpa-Nya, kita tidak berdaya. Puasa: Menundukkan Syahwat, Meninggikan Akal dan Ruh Manusia pada hakikatnya memiliki dua sisi yang saling bertarung, sisi hewaniah yang dikuasai oleh syahwat, dan sisi malaikat yang dikuasai oleh akal dan ruh. Jika manusia lebih banyak menuruti nafsunya, ia akan jatuh ke dalam derajat lebih rendah dari binatang, sebagaimana firman

Allah: أُو۟لَٰئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ "Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi." (QS. Al-A’raf: 179) Sebaliknya, jika manusia mampu menundukkan syahwatnya dan mengendalikan dirinya, ia akan terangkat ke derajat para malaikat yang selalu taat kepada Allah. Rasulullah bersabda: الصِّيَامُ جُنَّةٌ،

فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْإِنِّي صَائِمٌ "Puasa adalah perisai. Jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan janganlah ia bertengkar. Jika

seseorang mencaci maki atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa'." (HR. Bukhari, no. 1904; Muslim, no. 1151) Hadis ini menunjukkan bahwa puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan seluruh anggota tubuh dari segala bentuk kemaksiatan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata: "فإن الصوم

يهذب النفس، ويكسر شهواتها، ويعطي الروح فرصة للسمو، ويخرج القلب من ظلمات الشهوات إلى نور الطاعة." "Sesungguhnya puasa itu mendidik jiwa, menghancurkan syahwat, memberikan kesempatan bagi ruh untuk mencapai ketinggian, serta mengeluarkan hati dari kegelapan syahwat menuju cahaya ketaatan." Puasa: Kunci

Kemenangan Melawan Diri Sendiri Dalam pertempuran kehidupan, musuh terbesar manusia bukanlah orang lain, tetapi dirinya sendiri. Nafsu selalu menyeret manusia kepada kesenangan sesaat, sementara akal dan iman memanggilnya kepada kesabaran dan kebaikan abadi. Puasa adalah senjata yang ampuh untuk memenangkan perang ini. Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata: "جهاد النفس أشد من

جهاد العدو، ومن صام رمضان كما ينبغي فقد انتصر في معركة النفس." "Jihad melawan diri sendiri lebih berat daripada jihad melawan musuh. Barang siapa yang berpuasa Ramadan sebagaimana mestinya, maka ia telah menang dalam pertempuran melawan nafsunya." Rasulullah SAW. bersabda: إِنَّ أَعْدَى عَدُوِّكَ نَفْسُكَ

الَّتِي بَيْنَ جَنْبَيْكَ "Sesungguhnya musuh terbesarmu adalah nafsumu yang berada dalam dirimu sendiri." (HR. Baihaqi dalam Zuhd, no. 134) Dengan demikian, puasa adalah kemenangan sejati, karena ia menjadikan manusia pemenang atas dirinya sendirii. Puasa sebagai Perjalanan Menuju Allah Setiap kali seorang mukmin menahan diri dalam puasa, sesungguhnya ia sedang

melangkah mendekati Allah. Ia menapaki jalan yang penuh dengan cahaya kesabaran, ketenangan jiwa, dan kemenangan spiritual. Di saat manusia lain sibuk mengejar kenikmatan dunia, ia justru memilih mengosongkan diri dari dunia agar hatinya penuh dengan cinta kepada Allah. Ia memilih lapar di dunia, agar kenyang di akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ:

فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ "Bagi orang yang berpuasa, ada dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka, dan kebahagiaan saat bertemu dengan Rabb-nya." (HR. Bukhari, no. 1904; Muslim, no. 1151) Maka, mari kita jadikan puasa sebagai perjalanan spiritual yang bermakna, bukan sekadar menahan lapar, tetapi sebagai

langkah menuju puncak kehambaan yang sejati. PUASA : Sebagai Pintu Menuju Kesucian dan Kabadian. Di penghujung perjalanan spiritual ini, saat jasad melemah dalam menahan lapar dan dahaga, ada sesuatu yang semakin menguat, ruh yang bercahaya, hati yang tercerahkan, dan jiwa yang menemukan kembali hakikatnya. Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, melainkan sebuah perjalanan panjang

menuju kesucian dan keabadian. Puasa: Menyentuh Esensi Kehidupan dan Keabadian Hidup manusia di dunia ini hanyalah persinggahan sementara, tempat di mana ruh yang berasal dari alam ketuhanan diuji dengan ragam syahwat dan godaan fana. Mereka yang gagal menundukkan syahwatnya akan terjebak dalam keterikatan dunia, sementara mereka yang mampu mengendalikan dirinya akan menemukan jalan kembali kepada

Allah dengan hati yang bersih dan jiwa yang tenang. Allah berfirman: يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةًۭ مَّرْضِيَّةًۭ فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى وَٱدْخُلِى جَنَّتِى "Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang

ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr: 27-30) Puasa adalah latihan bagi jiwa agar dapat mencapai derajat ketenangan tersebut, agar manusia tidak diperbudak oleh tubuhnya, tidak dikendalikan oleh syahwatnya, dan tidak diperdaya oleh fatamorgana dunia. Rasulullah SAW. bersabda: إِنَّ الدُّنْيَا

حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ "Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau (menggiurkan), dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya untuk melihat bagaimana kalian beramal." (HR. Muslim, no. 2742) Maka, puasa adalah ujian bagi

manusia, apakah ia akan jatuh dalam jebakan kenikmatan sesaat, ataukah ia akan mampu menang melawan dirinya sendiri dan meraih kemenangan hakiki di sisi Allah? Puasa: Jalan Kesucian dan Cahaya Ilahi Dalam cahaya Ramadan, kita diajarkan bahwa hidup sejati bukanlah di dunia ini, melainkan dalam keabadian akhirat. Makanan, minuman, dan kesenangan dunia hanyalah percikan kecil dari nikmat surga yang

sesungguhnya. Allah berfirman: وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍۢ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ "Berlomba-lombalah kalian menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang

yang bertakwa." (QS. Ali 'Imran: 133) Dan puasa adalah salah satu tanda ketakwaan yang menjadi tiket menuju surga tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لَا يَدْخُلُ مِنْهُ

أَحَدٌ غَيْرُهُمْ "Sesungguhnya di surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Rayyan, yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang masuk melaluinya selain mereka." (HR. Bukhari, no. 1896; Muslim, no. 1152) Maka puasa bukan hanya menahan diri, tetapi juga gerbang menuju cahaya Ilahi, sebuah perjalanan yang membawa manusia

dari kegelapan dunia menuju terang akhirat. Menjadi Hamba yang Dirindukan Surga Setiap kali kita berbuka setelah menahan lapar dan dahaga seharian, kita merasakan kebahagiaan. Namun, kebahagiaan yang sesungguhnya bukanlah sekadar berbuka di dunia, melainkan saat ruh kita berbuka di hadapan Allah di surga-Nya. Dunia ini hanya tempat persiapan, puasa adalah bekalnya, ketakwaan adalah jalannya, dan

surga adalah tujuannya. Janganlah kita terperdaya oleh dunia yang sementara, hingga melupakan keabadian yang menanti. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: الدُّنْيَا سِجْنُ المُؤْمِنِ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ "Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir." (HR. Muslim, no. 2956) Maka, marilah kita jadikan puasa sebagai perjalanan

menuju kebebasan sejati, bukan hanya dari lapar dan dahaga, tetapi dari belenggu syahwat, kecintaan dunia, dan keterikatan yang menghalangi pertemuan kita dengan Allah. اللهم اجعلنا من الصائمين الذين ينالون رضاك، وامنحنا جنة الفردوس من غير حساب، ووفقنا للصيام الذي يطهر قلوبنا ويضيء أرواحنا. "Ya

Allah, jadikanlah kami di antara orang-orang yang berpuasa dengan penuh keikhlasan, yang meraih ridha-Mu, dan yang Engkau anugerahi surga Firdaus tanpa hisab. Bimbinglah kami agar puasa kami bukan hanya menahan lapar, tetapi juga menyucikan hati dan menerangi ruh kami." آمين يا رب العالمين. #Wallahu A'lam Bishawab🙏MK SEMOGA BERMANAFAT Al-Fakir Munawir Kamaluddin"