Dr. H. Munawir Kamaluddin, M.Ag

"”SABAR DAN SYUKUR: Dua Sisi Mata Uang atau Dua Jalan yang Berlawanan?” Oleh: Munawir Kamaluddin Hidup adalah panggung ujian, tempat di mana manusia menari di antara takdir yang telah tergariskan. Ada saatnya kebahagiaan menyapa, menghadirkan tawa dan kehangatan yang meresap hingga ke dasar hati. Namun, ada pula saat di mana langit terasa begitu kelam, langkah terasa berat, dan harapan seakan

menjadi kabut yang enggan sirna. Di sanalah, manusia berdiri di persimpangan, antara bertahan atau menyerah, antara meratap atau mencari makna, antara tenggelam dalam kepedihan atau menemukan kekuatan untuk bangkit. Kita semua pernah merasakan detik-detik di mana hati seakan remuk, napas terasa sesak, dan dunia seolah menyempit dalam genggaman takdir yang tak bisa ditolak. Ada luka yang tak

kasatmata, tetapi pedihnya lebih dalam dari sayatan belati. Ada duka yang tak bersuara, tetapi getarnya meruntuhkan ketegaran. Ada kelelahan yang tak terucap, tetapi mengguncang jiwa hingga nyaris rebah. Di zaman ini, depresi dan stres bukan lagi sekadar istilah psikologis, melainkan fenomena yang menjalar ke dalam jiwa banyak manusia. Ia datang tanpa permisi, menyelinap ke dalam batin yang lelah,

mengikis harapan, dan merampas kebahagiaan dalam diam. Ia hadir dalam sunyi, menciptakan ruang gelap di mana pikiran terus bertarung dengan keresahan yang tak berkesudahan. Namun, Islam tidak membiarkan manusia terperangkap dalam kesedihan yang berkepanjangan. Islam adalah agama yang menawarkan kehangatan dalam dinginnya kesepian, ketenangan dalam riuhnya kegelisahan, dan harapan dalam pekatnya

keputusasaan. Di antara jutaan solusi yang ada, Islam menghadirkan dua kunci utama yang mampu menenangkan jiwa dan menguatkan hati: sabar dan syukur. Sabar: Pilar Keteguhan di Tengah Badai Sabar bukanlah tanda kelemahan, bukan pula bentuk kepasrahan tanpa daya. Sabar adalah seni ketahanan jiwa, kekuatan untuk tetap teguh di tengah badai, ketenangan yang lahir dari keyakinan bahwa di balik

kepedihan, ada hikmah, di balik ujian, ada kemuliaan; dan di balik air mata, ada cahaya yang menanti di ujung jalan. Allah SWT. berfirman: وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ "Dan bersabarlah! Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al-Anfal [8]: 46) Sabar adalah nafas panjang dalam menghadapi kenyataan yang tak selalu sesuai

harapan. Ia bukan sekadar bertahan, tetapi juga keyakinan bahwa setiap kesulitan akan berakhir, setiap luka akan sembuh, dan setiap malam yang gelap akan diikuti oleh fajar yang terang. Rasulullah SAW.bersabda: وَاعْلَمْ أَنَّ فِي الصَّبْرِ عَلَى مَا تَكْرَهُ خَيْرًا كَثِيرًا "Ketahuilah, bahwa dalam kesabaran atas sesuatu yang tidak kamu

sukai terdapat banyak kebaikan." (HR. Ahmad) Dalam keheningan malam, dalam sujud yang panjang, dalam doa yang lirih terucap, sabar menjadi jembatan yang menghubungkan manusia dengan Rabb-nya. Ia mengajarkan bahwa kehidupan ini hanyalah perjalanan sementara, dan setiap ujian adalah cara Allah menguatkan hati hamba-hamba-Nya yang terpilih. Syukur: Cahaya di Tengah Kegelapan Jika sabar adalah

benteng ketahanan, maka syukur adalah mata air yang menyegarkan. Syukur bukan hanya tentang menerima nikmat, tetapi juga kemampuan melihat cahaya di tengah kegelapan, menemukan harapan di antara reruntuhan, dan memahami bahwa setiap detik kehidupan adalah anugerah yang tak ternilai. Allah berjanji dalam firman-Nya: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ

لَأَزِيدَنَّكُمْ "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu’." (QS. Ibrahim [14]: 7) Syukur bukan sekadar ungkapan lisan, tetapi sebuah cara pandang, sebuah sikap hidup, sebuah energi yang menghidupkan jiwa. Ia mengajarkan bahwa bahkan di saat tersulit, selalu ada sesuatu yang patut disyukuri:

napas yang masih berhembus, langkah yang masih mampu diayunkan, senyum yang masih bisa diberikan, dan doa yang masih bisa dilantunkan. Dalam sebuah hadits , Rasulullah SAW. pernah ditanya mengapa beliau tetap mendirikan shalat malam hingga kakinya bengkak, padahal beliau telah dijamin masuk surga. Beliau menjawab: أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا "Tidakkah aku menjadi

hamba yang bersyukur?" (HR. Bukhari & Muslim) Syukur bukan berarti tidak merasakan kesedihan, tetapi kemampuan untuk tetap menemukan makna di balik setiap peristiwa. Ia adalah kekuatan yang membuat hati tetap tenang meski badai menerjang, karena jiwa yang bersyukur selalu menemukan cara untuk melihat keindahan dalam setiap kepingan takdir. Sabar dan Syukur: Dua Sayap Menuju Ketenangan

Seperti burung yang membutuhkan dua sayap untuk terbang, manusia membutuhkan sabar dan syukur untuk menjalani kehidupan dengan keseimbangan. Jika sabar adalah cara menghadapi kesulitan dengan keteguhan, maka syukur adalah cara merayakan kehidupan dengan penuh penerimaan. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Tanpa sabar, manusia akan mudah rapuh dalam menghadapi ujian. Tanpa syukur, manusia akan terus

merasa kurang dan kehilangan makna kebahagiaan. Dalam keselarasan antara sabar dan syukur, kita menemukan ketenangan yang hakiki, kebahagiaan yang sejati, dan keikhlasan yang mendalam. Menghampiri Cahaya di Tengah Gelap Jika hari ini langkah terasa berat, jika hati terasa sesak, jika air mata mengalir tanpa suara, ketahuilah bahwa kita tidak sendiri. Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya tanpa

jalan keluar. Dalam sabar, kita menemukan kekuatan. Dalam syukur, kita menemukan ketenangan. Maka, mari kita resapi makna mendalam dari dua kunci kehidupan ini. Mari kita tenangkan hati dengan keindahan sabar, dan kita hidupkan jiwa dengan cahaya syukur. Karena dalam setiap ujian, selalu ada hikmah. Dalam setiap luka, selalu ada pelajaran. Dan dalam setiap kesedihan, selalu ada rahmat yang

tersembunyi. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dalam keterpurukan. Mari kita jalani setiap detiknya dengan kesadaran, dengan kebijaksanaan, dengan hati yang luas menerima takdir, dan dengan jiwa yang selalu bersyukur. Karena pada akhirnya, ketenangan sejati bukanlah tentang apa yang terjadi di luar diri kita, tetapi tentang bagaimana kita menyikapinya. Konsep Sabar dan Syukur dalam

Pandangan Islam Dalam kehidupan, manusia tak terlepas dari ujian, kesulitan, dan tantangan yang dapat memicu stres dan depresi. Dalam menghadapi kondisi ini, Islam menawarkan dua konsep utama yang menjadi solusi mendasar: sabar dan syukur. Sabar menjadi benteng ketahanan mental dalam menghadapi kesulitan, sedangkan syukur menjadi energi positif yang menguatkan jiwa untuk tetap optimis. Islam,

sebagai agama yang sempurna, memberikan panduan holistik untuk mengelola kesehatan mental dengan mengaitkan aspek spiritual dan psikologis. Banyak dalil dalam Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan bagaimana sabar dan syukur dapat menjadi terapi jiwa dalam menghadapi tekanan hidup. Artikel ini akan mengupas konsep tersebut secara mendalam dengan pendekatan filosofis, analitis, dan solutif. 1.

Konsep Sabar dalam Islam: Makna dan Implementasi A. Definisi Sabar Secara bahasa, kata ṣabr (الصَّبْرُ) berasal dari akar kata ṣabara (صَبَرَ) yang berarti menahan atau bertahan. Dalam istilah syariat, sabar adalah kemampuan menahan diri dari keputusasaan dalam menghadapi cobaan, menahan diri dari maksiat, serta tetap istiqamah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Imam

Al-Ghazali menjelaskan: “Sabar adalah keteguhan hati dalam menghadapi sesuatu yang tidak disukai dengan tetap mengharapkan ridha Allah." B. Dalil-dalil tentang Sabar 1. Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang sabar: وَٱصْبِرُوا۟ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ "Dan bersabarlah! Sesungguhnya Allah bersama orang-orang

yang sabar." (QS. Al-Anfal [8]: 46) Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang bersabar tidak pernah sendirian. Allah selalu bersamanya, memberikan ketenangan hati dan kekuatan dalam menghadapi cobaan. 2. Pahala besar bagi orang yang bersabar: إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ "Sesungguhnya hanya orang-orang yang

bersabarlah yang akan disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS. Az-Zumar [39]: 10) Ayat ini menunjukkan bahwa kesabaran dalam menghadapi kesulitan memiliki ganjaran tak terbatas di sisi Allah, karena sabar adalah bukti keteguhan iman. 3. Hadits Nabi tentang keutamaan sabar: Rasulullah SAW. bersabda: وَاعْلَمْ أَنَّ فِي الصَّبْرِ عَلَى مَا تَكْرَهُ

خَيْرًا كَثِيرًا "Ketahuilah, bahwa dalam kesabaran atas sesuatu yang tidak kamu sukai terdapat banyak kebaikan." (HR. Ahmad) Hadits ini menegaskan bahwa sabar bukan sekadar bertahan, tetapi juga merupakan proses yang mendatangkan kebaikan bagi seseorang, baik secara duniawi maupun ukhrawi. C. Sabar sebagai Terapi Jiwa Dalam konteks depresi dan stres, sabar membantu

seseorang untuk: 1. Mengelola emosi: Tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan saat emosi memuncak. 2. Menerima kenyataan: Tidak semua hal berjalan sesuai keinginan, tetapi semua ada hikmahnya. 3. Menumbuhkan optimisme: Percaya bahwa setelah kesulitan akan datang kemudahan, sebagaimana firman Allah: فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا ۝ إِنَّ مَعَ

ٱلْعُسْرِ يُسْرًا "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah [94]: 5-6) 2. Konsep Syukur dalam Islam: Kunci Kebahagiaan dan Ketenangan Jiwa A. Definisi Syukur Syukur berasal dari kata شَكَرَ (syakara) yang berarti memuji atau menghargai nikmat. Secara istilah, syukur adalah mengakui nikmat Allah

dengan hati, lisan, dan perbuatan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: “Syukur terdiri dari tiga unsur: mengenali nikmat dengan hati, mengucapkan pujian dengan lisan, dan menggunakannya dalam kebaikan." B. Dalil-dalil tentang Syukur 1. Syukur membawa tambahan nikmat: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ "Dan

(ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu’." (QS. Ibrahim [14]: 7) Syukur bukan hanya mengakui nikmat, tetapi juga menjadikannya bertambah. Dalam konteks psikologi, orang yang selalu bersyukur cenderung lebih bahagia dan jarang mengalami stres. 2. Rasulullah SAW. mencontohkan syukur dalam kehidupan sehari-hari:

أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا "Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur?" (HR. Bukhari & Muslim) Rasulullah SAW. selalu bersyukur dalam setiap kondisi, bahkan ketika menghadapi kesulitan. Ini menunjukkan bahwa syukur bukan hanya pada saat senang, tetapi juga ketika diuji. C. Syukur sebagai Terapi Jiwa Dalam menghadapi depresi dan stres, syukur memiliki

beberapa manfaat: 1. Mengalihkan fokus dari masalah ke nikmat yang masih dimiliki. 2. Menjaga optimisme bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Allah. 3. Meningkatkan kesehatan mental, sebagaimana penelitian menunjukkan bahwa bersyukur dapat mengurangi kecemasan dan depresi. Sehingga dengan demikian , maka sabar dan syukur adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Sabar

dibutuhkan saat menghadapi kesulitan, sementara syukur diperlukan agar tidak larut dalam penderitaan dan tetap melihat sisi positif dari kehidupan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim: “Iman itu terbagi dua: setengahnya adalah sabar, dan setengahnya lagi adalah syukur." Dengan menerapkan konsep sabar dan syukur dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak hanya mampu mengatasi stres dan

depresi, tetapi juga meraih ketenangan dan kebahagiaan sejati. Islam telah memberikan solusi komprehensif untuk kesehatan mental, tinggal bagaimana kita mengamalkannya dengan penuh keyakinan. PENUTUP / KESIMPULAN Pada akhirnya, perjalanan hidup adalah kisah panjang yang penuh warna. Ada saat-saat di mana kita berdiri tegap di atas puncak kebahagiaan, merasakan sejuknya angin kemenangan menyapu

wajah, menikmati keindahan dunia dengan segala pesonanya. Namun, ada pula saat di mana langkah kita terasa berat, punggung kita terbebani, dan hati kita terhimpit oleh kesedihan yang tak bertepi. Dalam pusaran kehidupan ini, kita bukan hanya belajar bertahan, tetapi juga memahami, mengapa Allah menguji kita dengan kehilangan, mengapa kebahagiaan kadang terasa begitu jauh, dan mengapa luka sering

kali datang tanpa aba-aba. Tetapi bukankah setiap kesedihan yang Allah titipkan bukan tanpa makna? Bukankah setiap air mata yang jatuh adalah bahasa yang dipahami oleh-Nya? Bukankah setiap doa yang kita bisikkan dalam kelam adalah langkah mendekat kepada-Nya? Dan bukankah setelah kelelahan ini, ada ketenangan yang menunggu di ujung perjalanan?. Allah SWT. berfirman: فَإِنَّ مَعَ

الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sungguh bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah [94]: 5-6) Maka, ketahuilah bahwa tidak ada kepedihan yang abadi, tidak ada luka yang tak tersembuhkan, tidak ada malam yang tak berujung pada fajar. Kesedihan yang hari ini mengguncang jiwa

hanyalah satu bab dalam kisah panjang hidup kita, satu bagian dari lukisan takdir yang sedang Allah sempurnakan. Melebur dalam Kesabaran, Menghiasi Diri dengan Syukur Sabar dan syukur adalah dua sayap yang akan membuat hati kita tetap terbang meski dihimpit beban. Sabar bukan sekadar menahan derita, tetapi juga tentang menerima segala sesuatu dengan lapang dada. Sabar adalah tentang percaya bahwa

Allah lebih tahu, lebih memahami, lebih mengerti apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Rasulullah SAW. bersabda: عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا

لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ "Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin! Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, maka itu pun

baik baginya." (HR. Muslim) Maka, siapa pun yang hari ini sedang terhimpit kesedihan, berpeganglah pada sabar. Sebab, tidak ada tangisan yang sia-sia di sisi-Nya, tidak ada luka yang tak terhitung oleh-Nya, tidak ada kehilangan yang tidak tergantikan oleh rahmat-Nya. Dan ketika kebahagiaan kembali menghampiri, berpeganglah pada syukur. Sebab, syukur bukan hanya ucapan di bibir, tetapi juga

perasaan di dalam hati yang melihat setiap nikmat sebagai karunia yang harus dijaga, sebagai amanah yang harus dihargai, sebagai anugerah yang harus disyukuri sebelum ia pergi. Keberserahan: Melepaskan Diri dalam Ketetapan-Nya Pada akhirnya, hidup bukan tentang menghindari luka, tetapi tentang bagaimana kita berdamai dengannya. Hidup bukan tentang berusaha mengendalikan segalanya, tetapi tentang

bagaimana kita menerima bahwa tidak semua hal berjalan sesuai keinginan kita. Jika kita lelah, istirahatlah dalam doa. Jika hati kita terasa kosong, penuhi ia dengan dzikir. Jika kita merasa kehilangan, ingatlah bahwa kita masih memiliki Allah, Dzat yang tidak pernah pergi, tidak pernah mengecewakan, tidak pernah mengabaikan kita meski seluruh dunia menjauh. Allah SWT. berfirman: الَّذِينَ

آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd [13]: 28) Maka, lepaskanlah semua beban di

hati kita kepada-Nya. Biarkan takdir berjalan sebagaimana mestinya. Jangan terlalu menggenggam dunia, sebab ia bukan tempat perhentian kita yang abadi. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, sebab di balik setiap kesulitan selalu ada kemudahan yang telah Allah persiapkan. Ketika kita merasa tak mampu lagi melangkah, ingatlah bahwa Allah tidak pernah membiarkan kita berjalan sendirian. Ketika hati

kita ingin menyerah, ingatlah bahwa pertolongan-Nya selalu lebih dekat daripada yang kita kira. Ketika dunia terasa begitu sempit, ingatlah bahwa di akhirat, ada kebahagiaan yang tak berujung bagi mereka yang bersabar dan bersyukur. Menutup Lembaran dengan Keikhlasan, Memulai Hari Baru dengan Harapan Hari ini mungkin kita terjatuh. Hari ini mungkin kita menangis. Hari ini mungkin kita merasa seolah

dunia begitu berat untuk dipikul. Tetapi esok adalah hari baru, lembaran baru, kesempatan baru untuk melangkah dengan lebih kuat, lebih tabah, lebih percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita. Sungguh, dalam setiap luka, ada hikmah yang akan kita pahami suatu saat nanti. Dalam setiap kegagalan, ada pelajaran yang akan menguatkan jiwa. Dalam setiap duka, ada pintu-pintu bahagia yang sedang

Allah siapkan di waktu yang tepat. Maka, jangan biarkan kesedihan merampas keyakinan kita kepada-Nya. Jangan biarkan luka menghalangi kita untuk melihat bahwa dunia masih penuh dengan kebaikan. Jangan biarkan kelelahan menjauhkan kita dari harapan. Sebab, selama kita masih hidup, masih bernafas, masih bisa berdoa, itu artinya Allah masih memberi kita kesempatan untuk bangkit, untuk menemukan

kebahagiaan, untuk menjalani takdir dengan hati yang lebih ridha. Akhirnya, bersabarlah, bersyukurlah, dan berserahlah. Sebab, di balik semua ini, ada Allah yang telah menyiapkan sesuatu yang jauh lebih indah dari yang kita bayangkan. Dan ketika kita percaya pada-Nya, tidak ada yang perlu kita takutkan lagi.# Wallahu A’ma Bishawab🙏MK SEMOGA BERMANFAAT Al-Fakir. Munawir Kamaluddin"