Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M.A

"IMAM AL-GAZALI: HUJJATUL ISLAM DAN MAKHLUK AJAIB by Ahmad M. Sewang Imam Al-Gazali lahir di kota Ṭūs, Khurasan, Iran, pada tahun 1059 M. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thus. Ia berasal dari keluarga sederhana—ayahnya bekerja sebagai pemintal wol. Sejak kecil, ia telah menjadi yatim, ditinggal sang ayah yang terlebih dahulu berpulang. Meski

kehilangan sosok ayah, ia tetap belajar Al-Qur'an langsung dari ayahnya sebelum wafat. Pendidikannya berlanjut di Nishapur dan Baghdad, di bawah bimbingan Imam Al-Juwaini. Kecerdasannya luar biasa—menguasai logika, filsafat, teologi, hukum, dan mistisisme. Di antara sekian banyak karyanya, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menjadi mahakarya yang tak tergantikan. Imam Al-Gazali memainkan peran penting

dalam sejarah intelektual Islam. Ia memperkokoh eksistensi keilmuan Islam, memadukan fikih dan tasawuf dalam satu kesatuan harmonis, serta memberikan pengaruh besar dalam dunia pendidikan. Ia wafat di Ṭūs pada tahun 1111 M, meninggalkan warisan pemikiran yang abadi. Gelar "Hujjatul Islam" Para ulama memberikan gelar Hujjatul Islam kepadanya, menunjukkan kedalaman ilmu dan otoritasnya

dalam Islam dan teologi. Gelar ini hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar dihormati dan diakui keilmuannya. Meskipun wafat di usia 55 tahun—usia yang terbilang singkat, tetapi banyak warisan pemikirannya yang ditinggalkannya. Konon, ia meninggalkan tidak kurang dari 47 buku. Jika ia mulai menulis sejak usia remaja, itu berarti ia menyelesaikan rata-rata satu buku per tahun. Sebuah pencapaian

luar biasa di masanya, di saat akses terhadap literatur begitu terbatas. Karena keterbatasan sumber rujukan, Semua bukunya tidak memiliki catatan kaki. Tak heran, sebagian peneliti masa kini menemukan sejumlah hadis dhaif dalam karyanya. Namun, hal itu tidak mengurangi kehebatannya. Bagiku, ia tetaplah manusia ajaib di zamannya— seorang Hujjatul Islam yang berhasil mempertahankan teologi Islam dari

serangan para penentangnya. Kritik terhadap Imam Al-Gazali Setiap tokoh besar tak luput dari kritik. Salah satunya datang dari Prof. Dr. Takdir Alisyahbana (STA). Ia berpendapat bahwa Imam Al-Gazali yang mistisisme turut berperan dalam kemunduran Islam di Timur, sementara Ibn Rusyd yang rasional justru berkontribusi memajukan dunia Barat. Menurutnya, andaikan pengaruh Ibn Rusyd lebih kuat di Timur

dan Al-Gazali lebih dominan di Barat, maka sejarah akan berbalik: Barat akan mengalami kemunduran seperti Timur, dan Timur akan maju seperti Barat. Kebetulan, saya bertemu dengan Prof. Nurcholish Madjid setelah itu. Saya pun menanyakan pandangannya tentang pendapat Prof. STA di atas. Dengan singkat, cendekiawan Muslim itu menjawab, "Itu benar, jika kita mengabaikan banyak faktor lain."

Wassalam, Kompleks GPM, 13 Maret 2025"