Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M.A

"HISNI DJAMALUDDIN MENURUT PANDANGAN SEORANG SAHABAT Oleh Ahmad M. Sewang Di antara orang yang paling banyak menemani Husni Djamaluddin dalam satu episode perjalanan hidupnya, menurut saya, adalah saya sendiri, yaitu sejak pindah kos dari jln Mappanyukki ke jln Maipa tahun 1979-1982. Karena episode itu banyak mengandung mutiara hidup Jadi saya berasumsi, sayang jika episode ini berlalu begitu saja,

bagai angin lalu tanpa bekas, maka dengan izin putrinya, Yuyun Yundini Husni Djamaluddin, pertemuan dengan beliau itu selama tiga tahun. Walau satu episode, atau tiga tahun, karena saya sudah pinda rumah ke jln Teguh Bersinar saya tetap mengundang beliau, seperti perjemahan Alquran dalam bahasa Mandar. Sebagai sebuah cita-cita untuk berkonstribusi positif ke Tanah Tipalayo yang baru saja dibentuk

menjadi provinsi ke،33, Provinsi Sulawesi Barat. Pertemuan- pertemuan inilah- saya abadikan dalam bentuk tulisan yang berjudul: MENEMANI SATU EPISODE PERJALANAN GURU DAN SAHABATKU HUSNI DJAMALUDDIN Jadi tulisan ini bukan sebuah buku biograpi atau berupa kumpulan tulisan terhadap seseorang kemudian dijadikan sebuah buku. Buku ini berupa kumpulan tulisan seorang sahabat setia menemaninya dalam satu

episode tertentu. Kemudian ia tulis sesuai yang ia saksikan dari berbagai anggel kehidupan. Kemudian itulah yang ditulisnya dan dikumpulkan jadi sebuah buku. METODE PERCAKAPAN ALA HUSNI DJAMALUDDIN Saya merasa termasuk salah satu yang banyak menemani beliau dalam sebuah eposode perjalan hidupnya. Kedekatan itu bermula ketika saya pindah kos dari Jalan Mappanyukki ke Jalan Maipa pada tahun 1979

hingga 1982. Saya berpikir, akan sangat disayangkan jika episode ini berlalu begitu saja, padahal di dalamnya tersimpan banyak mutiara kehidupan yang berharga. Atas izin putri beliau, Yuyun Yundini Husni Djamaluddin, saya ingin mengabadikan salah satu episode perjalanan bersama beliau dalam bentuk tulisan ini. Persamaan yang Menguatkan Kedekatan Banyak hal yang membuat kedekatan saya dengan almarhum

terasa begitu erat. Ada beberapa faktor yang mempertemukan dan mempererat persahabatan kami: 1. Bertetangga dekat, dengan jarak rumah kos saya dan rumah beliau hanya sekitar 40 meter. 2. Bersama dalam satu jamaah dan pengajian di Masjid Aqsha. Setiap hari selalu kami bertemu. 3. Asal daerah, kami sama-sama berasal dari Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polmas, Provinsi Sulawesi Barat. 4. Salam

penghormatan beliau kepada saya, yang pernah beliau sampaikan kepada pengurus Masjid Aqsha: "Ahmad memiliki keterlibatan moral dalam Pengajian Aqsha." Pernyataan ini semakin memperkuat persahabatan kami. Saya pun selalu mengagumi orang cerdas seperti beliau. Tak heran jika almarhum mendapat julukan "Panglima Puisi" karena kepiawaiannya dalam dunia sastra. 5. Ikatan yang seolah tak

tertulis, di mana kami selalu melibatkan satu sama lain dalam berbagai kegiatan. Jika beliau mengadakan suatu acara, saya dilibatkan; sebaliknya, jika saya memiliki kegiatan, beliau pun akan selalu saya sertakan. Selama tiga tahun tersebut, kebersamaan kami begitu intens, baik dalam kegiatan Pengajian Aqsha yang akan saya bahas secara khusus nanti, maupun dalam aktivitas masing-masing—beliau aktif

di Dewan Kesenian Makassar (DKM) dan wartawan, sementara saya di Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Muttahidah (DPP IMMIM). Salah Satu Mutiara Hidup dari Husni Djamaluddin Ada satu nasihat dari almarhum yang terus saya pegang hingga hari ini. Pada suatu kesempatan di Pengajian Aqsha, beliau berbisik kepada saya dengan nada yang sangat khas: "Jika engkau berbicara dengan orang

tua, bicaralah tentang masa lalu mereka, karena merekalah pemilik masa lalu. Tetapi jika engkau berbicara dengan anak muda, bicaralah tentang masa depan mereka, sebab merekalah pemilik masa depan." Sejak saat itu, setiap kali mendapat undangan berbicara, pertanyaan pertama yang selalu saya ajukan adalah: Siapa yang akan hadir? Lebih banyak orang tua atau anak muda? Dengan begitu, saya bisa

menyesuaikan isi pembicaraan sesuai dengan karakter pendengar. Nasihat sederhana ini telah menjadi salah satu mutiara hidup yang sangat berharga bagi saya. Itulah salah satu warisan pemikiran dari seorang guru, sahabat, dan seorang pemimpin intelektual yang begitu saya hormati, Husni Djamaluddin. Mulai hari ini, saya akan menuliskan lebih banyak tentang beliau, sebagai bentuk penghormatan kepada

sosok yang telah memberikan banyak pelajaran berharga dalam perjalanan hidup saya. Saya berharap para pembaca juga dapat menikmati dan mengambil hikmah dari mutiara-mutiara kehidupan yang beliau tinggalkan. Wassalam. Kompleks GPM, 1 Februari 2025"